Bhayangkara Perdana News Kudus, 24 januari 2020 Diawali dari dugaan dan isu-isu (masih isu) di kota kudus, sebuah diskusi dialog interaktif ringan dan santai bertajuk "DANA POKIR MENGALIR TIDAK HABIS PIKIR "yang dilaksanakan di rumah makan "KEDAI GIANTS" Tanggul Angin Kecamatan Jati Kabupaten Kudus.
Dalam acara dialog tersebut LSM Reformasi Kudus Mendatangkan Aktifis Peduli Tranparansi Anggaran, Kholilul Ulum sebagai Narasumber.
Diskusi santai ini mulanya hanya membedah sebatas istilah hingga arah penggunaan dana POKIR (Pokok Pikiran) yang mulai populer di kota kudus pasca OTT Bupati Non Aktif M Tamzil Hingga Munculnya Statement Sekda Berkaitan Fee 5% di dalam persidangan.
Yaa.. gimana tidak, POKIR ketika sudah berada ditangan pejabat "beretika" mereka memaknainya sebagai bentuk bantuan masyarakat agar (para dewan) bisa menjaring aspirasi saat masa reses, sehingga target pembangunan masing-masing daerah tercapai.
Berbeda momen ketika POKIR berada ditangan pejabat "oknum", mereka cenderung memaknai sebagai rejeki yang menjamah tindakan korupsi.
Sehingga tak heran tahun kemarin di kota kudus, diawali dari penggeledahan yang dilakukan KPK di ruang Pendopo Kabupaten Kudus tertanggal (28/7/2019) bahkan ada anggota dewan kota kudus juga terperiksa dan di panggil atas kejadian tersebut oleh KPK hingga para pejabat di kabupaten kudus.
Lalu kondisi demikian membuat ketua LSM reformasi "Mbarsidi" Tidak Habis Pikir Alias Geleng-Geleng Kepala.
Kita tetap akan melakukan pemantauan dilapangan serta menelaah bentuk pemufakaatan jahat dengan pola yang hampir identik selalu sama (pola berjamaah akan mufakat jahat dibawah meja rapat). Apabila itu terjadi di lapangan, Ucap Mbarsidi
Publik menganggap bahwa persepsi demikian kurang lebih akan melabel bahwa kegiatan permufakatan jahat dibawah meja untuk mempercepat musyawarah bagi pejabat tiap kebijakan adalah hal yang wajar.
Hal yang wajar bahwa pola kegiatan di bawah meja inilah yang kemudian ditutupi dengan alokasi dana POKIR oleh yang terhormat bapak dewan.
Kewajaran penggunaan dana POKIR inilah yang berbahaya apabila dikemudian hari diklaim sebagai bentuk kebiasaan oleh legislatif atau eksekutif. Karena secara tidak langsung kita sepakat pula memilih pemimpin yang membiasakan suatu kesalahan daripada menyalahkan suatu kebiasaan.
Dalam diskusi tersebut, salah satu pemateri menerangkan bahwa Moment peristilahan POKIR yang disalahgunakan ini sebenarnya merupakan dampak dari adanya intervensi yang terjadi pada proses negosiasi oleh eksekutif-legislatif, Dan permasalahan demikian terjadi karena banyaknya pihak yang mengalami tuna-integritas.
Paparan diskusi berdurasi selama 3 jam tersebut diakhiri dengan statement Kholilul ulum yang penuh canda tawa dan berpesan kepada para peserta diskusi "Jadilah Pengemis Yang Beriman dan Jangan Jadi Pengemis Yang Durjana.
Karena Jika Jadi Pengemis Durjana Akan Membuat Elektabilitas seseorang baik legislatif atau siapapun menjadi bobrok, Tandasnya. (MBP-Iateng)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar